Sunday, January 13, 2013

Dimanakah Ide Berada


           Di tengah malam yang sunyi. Aku masih terjaga. Melihatnya yang tak berdaya di atas ranjang. Wajah dan tubuhnya putih pucat. Bersih tanpa noda. Tidak ada kerutan. Tidak ada kesusahan di sana.
                Sudah tiga tahun aku mengenalnya. Dia masih sama seperti saat pertama kita bertemu. Hanya saja kini tubuhnya bertambah kurus.
                “Sampai kapan kamu akan terus seperti ini?”, tanyaku lirih.
                “Aku tidak tahu. Tolong segera perlakukan aku dengan baik”, pintanya.
                Aku membalikkan badan. Telapak tangan kukepal dengan erat. “Aku...belum bisa”.
                “Kenapa?”.
                Diam. Aku tidak berani menjawab. Sudah terlalu sering aku menghadapi situasi seperti ini. Kuharap dia sudah mengerti dengan keadaanku.
                Keluar sejenak ke beranda, memandangi langit malam yang bertabur bintang. Berusaha mencari arti keberadaannya dalam hidupku.
           “Dimanakah harus kutemukan solusi dari masalahmu ini?”, tanyaku pada bintang-bintang.
                Masuk kembali ke kamar. Kali ini aku membuka lembaran-lembaran kisah yang pernah kutorehkan padanya. Sungguh indah dan dulu begitu mudah untuk dilewati. Tanpa kusadari air mata itu meluncur.
                “Kenapa kamu menangis?”, tanyanya.
                Buru-buru kuhapus air mata ini. “Maaf membuatmu khawatir. Aku tidak apa-apa”.
          Aku memandanginya lagi. Kali ini lebih lekat. “Maafkan aku, Kertas. Aku belum bisa menemukan ide bagaimana harus menorehkan kisah kita kali ini. Aku mengalami kemacetan ide dalam mendesain”.

********************************************************************************

Cerita di atas  sebuah flash fiction yang saya ikuti bersama teman-teman NBC Unsri yang tergabung dalam sebuah buku antologi Macet!
Banyak cerita Macet! lainnya dalam berbagai versi yang bisa Anda pesan melalui www.nulisbuku.com

Jangan sampai ketinggalan membaca karya pertama NBC Unsri ;)

No comments:

Post a Comment